Melihatmu pertama kali, serupa ‘saktah’ kupergoki. Aku mata yang terpana, napas tertahan cukup lama.
(2)
Sebab kau ‘ain’, aku ‘nun’ yang mati kutu di dekatmu. Bacalah sebagai ‘izhar’, terang jelas degup jantungku.
(3)
Serupa ‘mim’ mati bertemu ‘ba’, dikenali sebagai ‘ikhfa’ — maka karenamu, aku tenggelam ke dalam cinta.
(4)
Lalu kudengar satu ‘qolqolah’, bunyi hatiku jatuh padamu. Berbalik arah, memantul kuat sebagai rindu.
(5)
Kau tahu, apa itu rindu? Dengung dengan ketuk tak terhitung. Serupa ‘ghunnah’, penuh ‘tasydid’ di kepala.
(6)
Di antara rumit pikiran, namamu kumarkahi dengan huruf-huruf ‘tarkhim’, tercetak tebal dalam ingatan.
(7)
Kau dan aku, maukah jadi ‘idghom mutaqoribain’? Dua huruf lain sifat, bertemu, membunyikan satu makhraj: ‘cinta’.
(8)
Atau setidaknya, jadilah ‘mim’ kecil bagiku, sebagai ‘waqaf lazim’ — penyempurna kalimat cinta di ujung napasku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar